Makin Ngebut Kerja Dengan Asus Zenbook 14x OLED UX5400
"Aku biasanya mengambil beberapa foto dari skema warna yang cantik (seperti bunga, atau matahari terbenam), dan kemudian mengambil langsung contoh warna-warnanya ke Photoshop atau Illustrator. Itu juga cara yang bagus untuk memadukan teks dan grafik dengan foto apa pun yang sedang kamu kerjakan untuk memastikan pekerjaanmu cocok."
Pernyataan Calie Hegstrom, seorang desainer berbakat dibalik perusahaan desain terkenal Make Media itu selalu sukses memberikan pergumulan antara pikiran dan perasaan saya saat membuat dan mengedit sebuah gambar. Pada akhirnya, keduanya berdamai meskipun visualisasinya terlihat (masih) teramat simpel di layar laptop.
"Desain background yang kamu buat sih sederhana, tapi substansi dan pesannya nyampe." kata Bu Kar 2 tahun lalu, tepatnya saat wabah Covid19 melanda di Kota Bengkulu di Bulan Maret. Bu Kar adalah senior saya di tempat kerja saat ini sejak 2017 lalu, yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat untuk pengentasan kumuh.
Ya, kesesuaian antara gambar dan pesan adalah hal yang perlu dipertimbangkan ketika membuat konten untuk media sosialisasi. Pertimbangan itu pula yang sering membuat saya (harus) betah berlama-lama di depan laptop bila membuat atau mengedit gambar desain. Kadang terbersit iri melihat para konten kreator bisa menghasilkan karya menarik tanpa harus ada pertempuran hati dan pikiran tentang ide, substansi, dan pesan.
Membuat desain gambar untuk konten media sosialisasi, background pelatihan, lokakarya, hingga diskusi memang erat dengan unit yang saya geluti, yaitu capacity building dan sosialisasi pada 5 tahun terakhir ini. Bahkan di masa pandemi Covid19, membuat konten semakin intens apalagi dapat tugas tambahan dari Bu Kar dan Bung Fik (atasan langsung saya) sampai sering lupa gambar yang mana untuk topik apa.
Sejak pandemi pola kerja kami memang berubah. Kami harus membiasakan diri dengan lebih banyak bekerja remote. Melakukan pertemuan dengan berbagai agenda dan muatan secara tatap muka porsinya dikurangi. Padahal dulu saya sampai hapal setiap jam berapa Bu Suz, Lurah Sumber Jaya memesan nasi bungkus di kantornya. Jam berapa Pak Bambang, Lurah Padang Serai menjemput anaknya. Jam berapa Mbak Yan, relawan kelurahan Kandang Mas pulang dari mengantar makanan pesanan konsumennya.
Perbedaan sebelum dan saat pandemi (kiri) dulu rapat rame-rame di Kantor Lurah - (kanan) saat pandemi hampir semuanya secara online. |
The show must go on, karena banyak target kerja dan substansinya yang harus tercapai. Apalagi di era digital semestinya semua orang sudah melek digital, sehingga bekerja remote (seharusnya) tidak menjadi masalah.
Lagipula bekerja di lapangan dan di ruangan sama saja kok, hanya soal kebiasaan saja. Tapi master schedule, time line, dan substansinya tetap sama. Itu sebabnya (menurut saya) setiap orang (termasuk saya) harus siap bekerja mobile. Kapan saja, dimana saja, tetap stand by dengan laptop.
Baca Juga : Rekomendasi Laptop Bisnis Terbaik Dengan Performa Tangguh
Menggambar Desain dan Ilustrasi, Berawal Dari Hobby Dan Berakhir Patah Hati
Menggambar di laptop mengingatkan saya tentang hobby masa kecil, yang berubah menjadi cita-cita tapi kandas di usia muda.
Mendesain, mengedit, dan memanipulasi gambar tidak asing lagi buat saya. Bahkan bisa dikatakan DNA saya memang di situ. Sejak masih mengenakan baju putih celana pendek merah hingga berseragam putih abu-abu dengan model celana pensil yang trend kala itu, saya berkali-kali menjuarai event lomba poster se-Kota Bengkulu.
Bapak tidak suka melihat saya menggambar karena beliau ingin saya seperti John Rambo atau duplikatnya Jenderal Besar Sudirman, berkiprah jadi tentara. Tapi dengan hanya bermodal pensil dan spidol yang saya beli sendiri dari hasil menabung uang jajan yang cuma seratus perak perhari, saya sukses ngibulin Bapak dan mendapatkan hadiah buku tulis hingga tabungan sekolah tanpa sepengetahuannya. Lumayanlah buat persiapan catur wulan baru atau tahun ajaran baru, siapa tahu ortu gak cukup duitnya buat beli alat tulis baru.
Apakah diantara kalian ada yang melalui masa-masa mejeng di kelas sebelah dengan celana pensil abu-abu dan kaos kaki cuma sebelah, satu kancing kemeja paling atas sengaja dibuka, pake ikat kepala biar kelihatan keren ? Terus sok-sokan nongkrong di lapangan basket duduk di atas RX King, Win, GL-Max bergaya ala model Aneka Yes! ? Bila ada, fix kalian sama tuanya dengan saya, hehe.
Kegiatan menggambar terutama gambar ilustrasi dan karikatur semakin berkembang tanpa takut dilarang Bapak karena saya melanjutkan kuliah ke kampus hijau universitas tertua di Sumatera. Khasanah menggambar juga semakin bertambah karena saya direkrut menjadi asisten Laboratorium Kartografi untuk menggambar dan membuat peta. Kantong pun menebal karena sering dilibatkan dalam sejumlah proyek mapping dan pembuatan peta tematis.
Masa itu membuat gambar masih di kertas kalkir menggunakan pensil, pulpen Staedtler dan Rotring yang legendaris itu. Lagipula, menggambar menggunakan software dan komputer PC mulai diberlakukan jauh setelah saya keluar dari kampus. Ah, Rotring 0,5 dan Staedtler 0,1 mm di saku kiri serta kompas besi di leher itu memberi kesan gagah bila sedang memberi materi praktikum di laboratorium Kartografi Jurusan Ilmu Tanah. Semuanya serba manual. Hanya mengandalkan skill.
Sayang, foto dokumentasi saya di laboratorium itu musnah seturut pembersihan ruangan, tepat seminggu setelah saya didapuk sebagai sarjana di 2004.
Namun, kecelakaan bermotor yang saya alami di tahun 2005 menyebabkan saya pensiun dini dari dunia gambar menggambar. Semangat sekaligus impian terpendam saya menjadi ilustrator dan map maker perlahan memudar seiring waktu yang cukup lama memulihkan bahu kiri yang cedera parah. Nyatanya, bahu kiri saya tidak bisa seperti dulu lagi karena menyisakan rasa ngilu hingga sekarang bila menumpu, mendorong, atau bila terlalu lama mengangkat lengan.
Kecewa sudah pasti. Ternyata lebih baik sakit gigi dan putus cinta daripada kehilangan semangat berkarya, meskipun waktu itu saya adalah pria jomblo tulen yang belum pernah pacaran dan pastinya tanpa gigi berlubang.
Tapi jauh di lubuk hati, saya masih ingin menggambar lagi meskipun hanya untuk konsumsi dan koleksi pribadi, sekedar memuaskan hasrat suatu saat nanti.
Membuat Gambar Kekinian dan Reuni Dengan Masa Lalu
Di era yang lebih canggih seperti sekarang, laptop menjadi kebutuhan. Orang bisa melakukan apa saja di laptopnya. Mulai laptop untuk kerja, hiburan, hingga laptop bisnis semakin mudah ditemukan.
Bahkan kalian bisa menghasilkan gambar menarik dengan mudah menggunakan software-software editor gambar atau picture maker. Lihat saja bagaimana setiap sekolah kini sudah diperkenalkan dengan pelajaran tentang desain grafis pada mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).
Cuma, entah kenapa saya lebih suka melakukannya dengan cara yang sedikit berbeda, yaitu di Ms PowerPoint. Adobe dan Ilustrator terlalu berat untuk laptop jagoan saya, padahal kedua software grafis itu sangat ampuh menghasilkan konten-konten terbaik. Yahh, disisi lain skill editing di laptop saya gak mentereng amat. Masih halu sama masa lalu, jago gambar pakai pensil padahal kalau dipraktekkan lagi sekarang jari-jari sudah kaku.
Tapi itu bukan penghalang untuk menghasilkan desain dan gambar yang bagus dan tematis.
"Warnanya akurat. Pilihan dan kolaborasi warnanya juga pas dengan tema yang diangkat. Saya lebih suka kamu yang membuat gambarnya."kata Bu Kar, atasan saya di tempat kerja. Saya sendiri gak nyangka kalau dia sangat kritis untuk hal-hal detil seperti warna.
Fiuh, jadi itu sebabnya saya selalu kebagian tugas membuat background kalau ada agenda rapat Zoom, pikir saya. "Bukan sih, tapi karena saya gak bisa menggambar"katanya terkekeh ketika saya pernah menanyakan hal tersebut. Yah, tak apalah. Hitung-hitung nilai evaluasi kinerja saya terdongkrak karena sering membantunya, hehe.
Contoh poster sosialisasi prokes Covid19 untuk masyarakat yang saya desain dan edit menggunakan PowerPoint |
Contoh desain poster sosialisasi edukasi tentang transparansi penggunaan dana pembangunan yang saya buat menggunakan Photoshop, tetap produktif meskipun laptop sering not response. |
Lembaga tempat saya beraktivitas mengusung visi pengurangan kumuh dan mewujudkan kota layak huni yang berkelanjutan sesuai amanah Peraturan Menteri PUPR No.2 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri No.14 Tahun 2018. Sehingga dokumen-dokumen berupa peta, DED (Detail Engineering Design), dan rencana model infrastruktur penanganan kumuh dan pengembangan wilayah kelurahan/desa adalah produk utamanya.
Ada berkah tersendiri yang saya dapatkan sejak saya bergabung
Pertama, ilmu kartografi dan desain pengembangan wilayah yang saya tinggalkan dulu kembali tergali. Selain itu pengetahuan saya tentang warna, kode warna HTML, RGB, CMYK, HSV, berikut penamaannya juga bertambah.
Ilmu kartografi merupakan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta-peta, sekaligus mencakup studinya sebagai dokumen-dokumen ilmiah dan hasil karya seni (International Carthography Association, 1973)
Kedua, saya jadi tahu persis dan merasakan betapa pentingnya laptop di era kekinian. Maklum, dulu-dulunya waktu masih kerja di marketing laptop saya gunakan untuk main game Football Manager, nonton film Hollywood dan konser Dream Theater yang disc-nya beli di eceran, dan terutama untuk dengar musik. Jangankan menggambar, mengetik saja saya jarang selain mengetik lamaran kerja.
Ketiga, karena mulai sering menggunakan laptop untuk membuat gambar-gambar, saya jadi mengenal beberapa software editor gambar seperti Photoshop dan Corel Draw. Mulai tahu caranya menggunakan tool-tool utama, dan pada akhirnya bisa memproduksi gambar sendiri. Tapi ya masih pelan-pelan, mengingat dulunya saya cuma mahir menggambar pakai tangan dan pensil serta pulpen. Itupun gambar hitam putih. Kata orang gambar ilustrasi saya menggunakan teknik Poinlis yang terkenal di era revolusi buruh di Prancis dulu. Saya bahkan tidak tahu macam-macam teknik, semuanya murni dari intuisi dan sukanya bagaimana. Kebetulan saya suka menggambar ilustrasi dengan banyak garis dan titik hitam putih.
Keempat, saya jadi kenal yang namanya website dan blogging, yang tanpa disadari cukup sering menjadi P3K (Pertolongan Pertama Pada Keuangan). Ya, saya lumayan sering mendapat order artikel SEO. Gak gede sih, tapi lumayan buat bayar token listrik sama WiFi atau beli kuota bulanan.
Ketika terjun di dunia blogging pula saya semakin tercerahkan, bahwa digitalisasi cepat atau lambat akan terjadi di semua sektor kehidupan. Sampai ke sini, saya menyadari bahwa idealnya tiap-tiap orang (seharusnya) mempersenjatai dirinya dengan skill dan perangkat yang mendukung. Seorang guru saja mesti tahu caranya menggunakan aplikasi di laptop untuk belajar online sebelum mengajar muridnya lewat Zoom atau Google Class, bukan ?
Tapi tak semudah itu, Fergusso...seseorang akan sulit berubah dan keluar dari zona nyamannya kalau tidak ada kesadaran dan kemauan untuk hijrah, tak ada tokoh yang memahamkannya, tak ada media yang memberinya pemahaman. Itulah tantangannya, dan itulah yang saya lakukan selama beraktivitas di program ini : memberikan edukasi dan mentransfer pengetahuan lewat pelatihan dan pengembangan kapasitas serta melalui konten-konten informatif.
Kelima, saya jadi tahu kalau membuat konten video ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Harus ada konsep, alur dan kronologis, penyiapan bahan, penyiapan tokoh, penyiapan lokasi, pengambilan gambar, editing dan produksi. Sangat jauh berbeda dengan "cuma" merekam dan membagikan rekaman. Saya yakin para video creator sering mengalami kesulitan diawal memulai dulu, terutama pada ide dan perangkat untuk editingnya.
Video diatas adalah salah satu contoh video yang (akhirnya) dibuat oleh seorang profesional, yang bahannya semua dari smartphone saya. Laptop saya sukses mengedit tapi berdarah-darah.
Ngomong-ngomong, kalian mengedit video pakai apa ? Saya laptop. Awal-awalnya saya gak peduli-peduli amat tentang spesifikasi laptop, yang penting bisa memproduksi video dan target kerja tercapai. Sampai suatu saat file-nya diminta dengan berbagai jenis ukuran, antara lain 360p, 720p, 1080p, hingga 4K. Alamak....
Bicara tentang peta, saya sendiri tidak menyangka kalau dalam perjalanannya akan terlibat lagi dengan proses pembuatan peta meskipun bukan sebagai map maker-nya karena sudah ada tenaga spesialis yang ahli GIS untuk itu. Sejak kecelakaan itu tidak pernah terpikir akan terjun lagi ke dunia pemetaan dan desain grafis, apalagi di era kekinian orang sudah melakukannya lewat laptop, hal yang tidak pernah saya lakukan selama menjadi tenaga pemeta atau nerima order gambar ilustrasi.
Dalam proses pembuatan peta dan penyusunan dokumen perencanaan, semua tim baik di level kota maupun di level kelurahan/desa terjun langsung melakukan identifikasi menghimpun data permasalahan di lapangan. Jatuh bangun menarik meteran dari ujung gang ke ujung sawah, dari satu rumah ke rumah lainnya, pantang pulang sebelum padam. Lho, kayak semboyan pasukan Pemadam Kebakaran yah...Tapi saya menikmati seluruh rangkaian prosesnya.
Rangkaian proses identifikasi permasalahan dan pemetan masalah, sebelum dan saat pandemi tetap harus ngebut |
Ah, berasa kembali ke alam saya yang sebenarnya, seperti kala masih muda naik turun gunung dan keluar masuk desa dan hutan membawa ransel berisi perlengkapan survey untuk membuat peta potensi lahan, peta peruntukan lahan, dan lainnya. Bedanya sekarang objeknya adalah permukiman warga. Isi ransel pun kini laptop yang meskipun berbobot "bongsor", tapi masih bisa dibuka di lokasi untuk menyimpan data lapangan dari smartphone dan perangkat mobile GPS.
Inilah asyiknya melakukan identifikasi lapangan. Selain bisa melihat langsung permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat, biasanya disediakan pula cemilan serbatis (serba gratis). Kopi, pisang goreng, air kelapa muda, es tebu semuanya disuguhkan langsung dari dapur warga secara sukarela dan free. Begitu antusiasnya mereka mendengarkan informasi akan dilakukan pembangunan di kelurahan / desanya.
Indonesiaku, beda banget dengan tempat lain di luar sana (padahal saya belum pernah ke luar negeri). Saya seringkali merasa tidak enak hati kala disuguhi makanan dan minuman khas dapuran. Ya tidak enak hati kalau dibiarin mubazir. Kalau bisa sering-sering lah.
Selalu saya mendoakan mereka agar Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesehatan dan limpahan rezeki, juga mendoakan diri sendiri agar lebih lama berada di lapangan supaya bisa sering bertemu dengan mereka terutama di ujung-ujung bulan. Yap, pas kantong lagi tipis karena belum gajian, haha...
Tapi itu dulu, sebelum pandemi melanda. Selama pandemi, kegiatan ke lapangan semuanya harus melalui protokol kesehatan. Jangankan untuk melaksanakan rapat atau survey rame-rame, undangannya saja belum tentu di-acc oleh petugas.
Merepresentasikan Objek Ke Dalam Peta dan Gambar Before After Dalam Wujud Warna
Tahukah kalian, kalau tanpa simbol dan warna tidak akan ada namanya Peta Wilayah Republik Indonesia, Peta Wilayah DKI Jakarta, dan puluhan hingga ribuan jenis peta dasar maupun tematis yang kalian kenal saat ini ? Yap, peta tanpa simbol dan warna biasa disebut peta buta.
Plis, ini gak sama dengan cinta buta, sebuah sensasi yang sering kalian alami saat pertama ketemu lawan jenis dan getar-getarnya membuat kalian rela melakukan apa saja, dan ketika ketika cinta ditolak dukun bertindak. Bukan, bukan itu !
Peta delineasi kumuh Kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu, salah satu peta tematik yang pembuatannya berdasarkan hasil identifikasi lapangan. |
Salah satu isi dokumen RPLP (rencana penataan lingkungan permukiman) Kelurahan Sumber Jaya, Kota Bengkulu, fakta lapangan dan rencana pengembangannya direpresentasikan dalam bentuk peta tematik. |
Simbol warna merupakan salah satu aspek terpenting dalam membuat peta selain simbol-simbol lainnya. Penggunaan simbol warna tidak hanya memberikan kesan estetika saja pada gambaran permukaan suatu wilayah, namun juga memiliki fungsi untuk memudahkan dalam pembacaan peta, dan secara umum memberikan informasi-informasi penting tentang wilayah tersebut.
- Warna hijau, merupakan warna utama karena warna ini paling banyak ditemukan di dalam peta untuk merepresentasikan kenampakan dari vegetasi di sebuah wilayah dan juga . merepresentasikan dataran rendah yang memiliki ketinggian kurang dari 500m di atas permukaan air laut. Hijau tua merepresentasikan dataran rendah dengan ketinggian 0-100m di atas permukaan air laut, sedangkan hijau muda merepresentasikan ketinggian 100-500 MDPL.
- Warna biru, merepresentasikan wilayah perairan yang ada di bumi seperti sungai, danau atau laut. Warna biru dibagi lagi menjadi beberapa tingkat kecerahan, dimana semakin gelap warna birunya berarti semakin dalam wilayah perairan yang ditunjukkannya.
- Warna merah, biasanya merefleksikan gunung api atau jalan kereta api. Pada beberapa peta tematis, warna merah tebal justru merefleksikan garis wilayah.
- Warna kuning, warna coklat muda, dan Warna coklat/coklat tua menunjukkan dataran tinggi, semakin tinggi biasanya akan semakin gelap. Ada juga yang menyimbolkan ketinggian dataran ini dengan keemasan, orange, hingga coklat.
- Warna putih, merepresentasikan kenampakan alam berupa lapisan es atau gletser yang ada di permukaan bumi yang biasanya terletak pada ketinggian di atas 4000 meter di atas permukaan laut dan bagian bumi dengan lapisan es sebagian besar terletak di wilayah bumi bagian selatan dan utara (kutub utara dan kutub selatan).
Coba lihat kata yang diberi warna hijau, biru, merah, hingga coklat apakah wujud warnanya sama dengan yang kalian lihat di laptop ? Apakah istilah warna hijau yang saya pikirkan sama dengan warna hijau yang kalian ketahui ? Tahukah kalian kalau warna hijau avocado dan hijau forest itu tidak sama ? Saya sebelum-sebelumnya cuma tahu hijau itu hijau tua, hijau muda, hijau metalik, hijau daun. Padahal bila kita melihat warna hijau di laptop ada banyak sekali jenisnya.
Peta, gambar before after, dan DED sangat berkaitan erat. Untuk membangun infrastruktur yang tepat, semua informasi mengenai keadaan lingkungan harus tergali. Dengan demikian pembangunan yang seharusnya menyelesaikan masalah tidak menimbulkan masalah baru, dan jenis infrastrukturnya sesuai dengan kebutuhan.
Apalagi sekarang semua pembangunan infrastruktur komunal dilakukan dengan model Infrastruktur For All dengan pendekatan desain universal serta pendekatan kolaborasi. Kedua pendekatan inilah yang menjadi roh dalam perencanaan penanganan kumuh.
Pendekatan dengan pola pembangunan Infrastruktur For All ini mengedepankan kesetaraan dan mengusung prinsip-prinsip Universal Design sehingga siapapun bisa terlibat dan hasilnya dapat diakses oleh siapa saja, terutama penyandang disabilitas, ibu hamil dan manula.
Prinsip-prinsip Universal Design yang dimaksud yaitu Kesetaraan, Fleksibel, Sederhana dan Intuitif, Informatif, Efektif, Upaya Fisik Rendah dan Meminimalisir Bahaya, serta Ketepatan dan Kesesuaian Ukuran dan Ruang. Prinsip-prinsip ini harus diterapkan agar grand design dapat mewujudkan mimpi-mimpi masyarakat.
Namun untuk menghasilkan dokumen perencanaan yang baik, detil, sesuai permasalahan, terintegrasi dengan perencanaan pembangunan Pemerintah Daerah, dan pastinya tepat waktu haruslah didukung perangkat komputasi berperforma bagus.
Kata Bung Arief, Tenaga Ahli Urban Planner di tempat kami mengingatkan sekaligus menekankan pentingnya perangkat terbaik.
Faktanya, seorang Mark Zuckenberg yang pakar teknologi media digital itu bisa membuat Facebook dan membuat Meta (sebuah ekosistem digital baru metaverse) karena disupport oleh perangkat canggih yang terintegrasi dengan big data-nya, bukan ?
Apalagi kita, eh, saya, yang harusnya bisa menyelesaikan berbagai project dan tugas tepat waktu.
Harus Ngebut Kerja Dengan Laptop Semenjana
Ada 2 hal yang menjadi tantangan terbesar agar tetap ngebut selama bekerja remote.
Salah satu tantangan terbesarnya yaitu bagaimana melakukan percepatan penyelesaian master plan, desain before after, dan gambar jenis infrastruktur, termasuk pula desain gambar-gambar untuk keperluan sosialisasi dan peningkatan kapasitas sebagai bagian strategi perubahan perilaku karena timeline-nya sangat singkat kalau tidak bisa dibilang mepet. .
Apalagi semua gambar desain dan peta beserta dokumen-dokumen lainnya yang jumlahnya lebih dari seratus halaman itu harus dikaji lagi bersama pemangku kebijakan via aplikasi Zoom di layar 14 inci. Laptop kami adalah laptop jagoan di masa lalu tapi kemampuannya sudah ngos-ngosan menjalankan banyak aplikasi kekinian.
Terbayang kan, gimana beratnya loading laptop dan tiba-tiba hang saat membuka PowerPoint, MS Word, Excel, browser, aplikasi GIS, aplikasi SIM online, hingga aplikasi Zoom pada saat yang bersamaan sambil meeting online ? Mati tiba-tiba, restart lagi, buka ulang lagi aplikasi-aplikasi tadi, terus hang lagi. Begitu terus. Belum lagi kalau ada gangguan sinyal internet. Waktu hilang tergerus, padahal hasilnya belum juga bagus.
Bisa sih beralih online lewat smartphone. Tapi gak semua orang bisa menyajikan data, peta, gambar-gambar desain di laptop via smartphone. Lalu, apa mungkin semua orang bisa melihat detilnya lewat layar 6 inci ? Bisa tambah tebal tuh kaca matanya Bu Kar.
Tantangan besar lainnya yaitu bagaimana memadukan perbedaan pandangan tentang jenis, bentuk, ukuran, dan terutama warna infrastruktur yang didesain untuk dibangun. Unik ya ? Sudah 2 tahun pandemi ada yang "nyangkut".
Ada hal menarik bila agendanya membahas gambar before after dan gambar background poster media sosialisasi. Sangat terasa memang bedanya melihat suatu gambar objek di layar luas dibandingkan pada layar laptop. Bagi sebagian orang termasuk saya, warna terlihat lebih akurat ketika diperlihatkan melalui zoom di laptop dibandingkan di layar infocus. Namun sebagian lagi tidak demikian. Bahkan ada yang melihat suatu warna yang sudah jelas kode dan penyebutan warnanya di aplikasi GIS, Photoshop, Corel Draw, ataupun Power Poin secara berbeda. Padahal setiap peserta rapat sudah kebagian bahan paparannya, dan penyedia bahannya adalah satu orang. Unik ya ?
Memadukan berbagai teori tentang warna, baik dari Sir Isaac Newton, Thomas Young, Brewster, beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan cara pandang dan penyebutan warna ini antara lain faktor cahaya dan spektrum (frekuensi dan panjang gelombang, arah, pantulan, intensitasnya, serta sudut pandang antara objek dengan subjek yang melihatnya). Faktor berikutnya yaitu reseptor pada retina mata sehingga menimbulkan respon berbeda pada otak. Serta faktor settingan warna dan cahaya di laptop masing-masing penggunanya.
Padahal tim Kota Bengkulu sukses melalui tahun 2020 dengan 2 bangunan Livelihood di 2 Kelurahan, tahun 2021 dengan pembangunan skala kawasan Kota Tuo plus pembangunan infrastruktur penanganan kumuh di 10 Kelurahan. Semuanya dilakukan serba ngebut dengan segala keterbatasannya dan resiko kematian tinggi bila sewaktu-waktu terpapar Covid19.
Salah satu gambar pradesain dan rencana desain (before dan after) gedung kuliner di Kelurahan Penurunan Kota Bengkulu |
Hasil pembangunan gedung Kuliner Kelurahan Penurunan Kota Bengkulu |
Saking fokus dan ngebutnya sampai lupa kalau wajah terlihat lebih tua dari umur sebenarnya karena guratan di kening bertambah, kantung mata menebal kayak sarang tawon, dan sering lupa kalau yang dibuka adalah laptop teman sementara laptop milik sendiri ada di tas. Bahkan mata berat, perih, dan gampang ngantuk yang berasa sampai sekarang, seperti yang saya alami.
"Soal warna jangan dibuat ribet, karena pemilihan warna seharusnya merefleksikan semangat mereka. Kalian mesti tahu kalau warna juga memiliki fungsi sebagai estetika, manipulatif, dan psikologis"Untung Pak Har, Team Leader kawakan yang kadar asam garamnya over dosis di dunia pemberdayaan dan perencanaan pembangunan kota itu bisa menengahi setiap adu argumen sekaligus menerjemahkan arti, fungsi, serta perspektif warna.
Saya jadi teringat John Pile pada buku Color in Interior Design yang ditulisnya, bahwa penggunaan warna merupakan fokus utama dalam mendesain. Setiap warna memiliki potensi memberikan efek positif serta negatif pada seseorang. Penggunaan warna berkaitan dengan kondisi psikologis seseorang yang akan memengaruhi tubuh, pikiran, emosi dan keseimbangan ketiganya pada diri manusia.
Bicara tentang jenis warna dan penggunaan laptop ketika bekerja remote, ternyata ada satu spektrum warna yang harus menjadi perhatian khusus. Ya, warna itu adalah warna biru.
Lho, apa hubungannya ?
Pastinya kalian sudah tahu kalau kehidupan manusia berada di lingkaran gelombang energi, antara lain elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik ini terutama didapat dari sinar matahari.
Dalam bukunya Optics (1704), Newton menyatakan bahwa warna terdapat dalam cahaya, dan cahayalah yang menjadi sumber warna bagi setiap benda. Hal ini dibuktikannya melalui penelitian menggunakan prisma dimana cahaya yang masuk ke dalam prisma kemudian dibelokkan dan memunculkan warna-warna lain seperti pelangi.
Pernyataan ini diperkuat dengan hipotesis dari Thomas Young (1801) dan Hermann von Helmholtz (1850) bahwa mata manusia hanya memiliki tiga reseptor (penerima) cahaya, yaitu reseptor yang peka terhadap cahaya biru, merah dan hijau. Hal ini didukung oleh eksperimen James Clerck Maxwell yang menyimpulkan kalau ada hubungan erat antara warna cahaya yang datang ke mata dengan warna yang diterima oleh otak.
Berkaitan dengan cahaya dan spektrum yang dicetuskan Newton, Michael Faraday menemukan sinar katode (1838) dan Gustav Kirschoff menemukan radiasi massa hitam (1859) yang menyimpulkan bila cahaya memiliki radiasi elektromagnetik. Albert Einstein telah membuktikan bahwa cahaya merupakan energi yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang beradiasi (1905) karena memiliki foton (1926) baik dengan panjang gelombang kasatmata (cahaya tampak) maupun yang tidak.
Gelombang cahaya tampak ini bervariasi dengan panjang antara 380 nanometer (violet light) sampai 700 nanometer (red light). Semakin panjang gelombangnya, energi yang ditransmisikan semakin kecil. Masalahnya, ternyata spektrum cahaya berwarna biru ini punya panjang gelombang yang pendek sehingga energinya besar. Masalahnya lagi, spektrum cahaya biru ini sering kita lihat di keseharian kita. Baik itu dari sinar matahari, lampu pijar, lampu neon, hingga perangkat elektronik.
Siapa yang tidak berinteraksi di smartphone, menonton TV setiap hari, atau mengerjakan tugas sekolah dan tugas kantor di laptopnya selama pandemi ? Bersyukurlah, karena potensi paparan radiasinya lebih rendah dibandingkan sebaliknya.
Saking produktifnya, sudah sudah seharian depan laptop masih online depan TV ? Fix mata kita sama, terdampak cahaya biru yang berlebihan. |
Faktanya, selama pandemi orang disarankan work from home dan bekerja remote. Sudah pasti (hampir) semua orang beraktivitas memanfaatkan perangkatnya.
Indian Journal of Ophthalmology (2020).
Selama isolasi Covid-19, sebanyak 32,4 persen dari populasi penelitian menggunakan perangkat pemancar cahaya biru 9 hingga 11 jam sehari.
15,5 persen lainnya menggunakan perangkat 12 hingga 14 jam sehari, peningkatan waktu layar yang cukup besar, mungkin karena perubahan cara orang bekerja selama pandemi
Kalian juga tentu tahu, cahaya dengan spektrum tertentu dapat merusak mata. Tapi sebenarnya ada 3 mekanisme yang merusak mata serta jaringannya. Yaitu dengan cara photomechanical, photothermal, dan photochemical.
Secara photomechanical, peningkatan energi yang diterima oleh RPE (retinal pigment epithelium) secara mendadak dapat merusak fotoreseptor secara permanen sekaligus merusak RPE itu sendiri.
Secara photothermal, kerusakan RPE terjadi akibat paparan cahaya (100 milidetik sampai 10 detik) yang intens sehingga timbul peningkatan suhu jaringan.
Sementara secara photochemical, kerusakan terjadi akibat paparan cahaya yang terlihat dengan intensitas tinggi, yang terbagi lagi menjadi paparan durasi pendek (kurang dari 12 jam) dengan intensitas tinggi dan paparan durasi panjang (12–48 jam) dengan intensitas lebih rendah.
Paparan cahaya biru menyebabkan jumlah proton yang dimiliki sel (pada jaringan mata terutama kornea dan retina) bertambah dan melebihi ambang batas.
Susah juga ya menjelaskannya dari sisi kedokteran. Tapi intinya begini, ketika proton meningkat, fotoreseptor pada retina akan mengalami kekurangan nutrisi dan menjadi phototoxic yang berakibat gangguan penglihatan, kerusakan sel dan kerusakan retina.
Pastinya berdampak negatif, bahkan berbahaya dan fatal untuk jangka panjang.
Pada skala lebih rendah, dampak negatif blue light (spektrum cahaya biru) adalah sindrom CVS (Computer Vision Syndrome), yaitu sebuah kondisi dimana kedipan mata tak sebanyak biasanya karena dipicu oleh penggunaan komputer atau laptop terlalu lama. Sindrom ini ditandai dengan gejala mata terasa nyeri, pedih, gatal, kabur, dan sensitif terhadap cahaya. Pakar kesehatan juga sering mengistilahkan sindrom CVS sebagai stres mata.
Pada kondisi mata normal, mata berkedip sekitar 15 kali per menit. Namun menjadi 5-7 kali per menit karena mata dipaksa untuk fokus menatap sesuatu dalam waktu yang terlalu lama, terutama menatap layar digital seperti laptop, PC, smartphone, hingga televisi.
Tapi bila menerus mata akan beresiko katarak dan degenerasi makula secara prematur. Bahkan radiasi spektrum cahaya biru juga meningkatkan resiko obesitas, gangguan bipolar, dan depresi karena jam tidur seseorang berubah sehingga jumlah hormon melatonin (hormon yang mengatur jam tidur tubuh) menurun, padahal hormon ini diproduksi pada saat malam hari, beberapa jam sebelum tidur, dan puncaknya pada tengah malam.
Gak nyangka ya, gara-gara laptop bukan cuma mata yang menderita, istri dan keluarga pun sengsara karena jatah bulanan beralih ke membayar terapi dan pengobatan. Ngerinya, saya akan sukar bekerja di lapangan maupun kerja ngebut di depan laptop menghasilkan gambar-gambar dengan degradasi warna.
Saya bergidik, mengingat 4.359 hari yang telah lalui di depan laptop, main game di smartphone, dan begadang nonton bola Liga Champions.
Ah, disaat beginilah pentingnya memilih dan memiliki perangkat komputasi dengan kemampuan mumpuni untuk bekerja cepat, sekaligus menghindarkan resiko kerusakan retina, dan mencegah terjadinya gangguan sikardian (berubahnya siklus tidur) yang berdampak pada kesehatan tubuh.
Untungnya sekarang telah hadir jajaran laptop ASUS OLED dengan fitur-fitur lengkap untuk dibawa ngebut kerja, tapi tetap nyaman digunakan.
Kerja Indoor dan Outdoor Bersama Asus Zenbook 14x OLED UX5400
OLED (Organic Light-Emitting Diode atau organic LED) adalah teknologi yang digunakan untuk menghasilkan cahaya atau gambar yang baik dan berkualitas tinggi. Dalam hal ini layar OLED harus menggerakkan arus listrik melalui bahan electroluminescent organik.
Layar OLED sendiri merupakan tingkatan lebih tinggi dari layar LED yang banyak digunakan perangkat elektronik sepert laptop, televis, dan smartphone. Warna cahaya yang terlihat pada layar OLED dipengaruhi oleh lapisan merah, hijau, dan biru yang melekat pada media.
Tentu saja tidak semua layar OLED sama. Contohnya layar OLED di smartphone berbeda dengan layar OLED di laptop. Perbedaan ini salah satunya yaitu pada refresh rate.
ASUS sangat memahami bahwa dengan software kekinian yang terasa berat serta target kerja yang seabrek bukan hanya skill saja yang dibutuhkan, tapi perangkat yang performanya mampu mendongkrak kinerja dan produktivitas.
Perusahaan perangkat berlogo Pegasus, karakter unik dalam mitologi Yunani yang digambarkan sebagai orang bertubuh kuda itu merilis ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400), sebuah laptop ultraportable untuk kinerja yang lebih produktif. Selain kaya fitur, layar OLED-nya pun kaya warna.
Kerennya, laptop modern ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400) sudah diperkuat oleh prosesor Intel® Core™ generasi ke-11 terbaru dan juga Intel® Iris® Xᵉ graphics.
Tapi supaya gak setengah-setengah, inilah berbagai spesifikasi dan jeroan yang ada dalam Zenbook 14X OLED (UX5400), serta berbagai keunggulan yang membuatnya recommended banget buat ngapa-ngapain.
Layar OLED Kaya Warna, Mata Tetap Nyaman Seharian
Dengan segala tantangan dan kebutuhan yang mendukung aktivitas terutama ketika bekerja seharian di ruangan maupun di lapangan, sudah seharusnya di tahun 2022 ini ada resolusi. Apalagi tidak selamanya dunia dirundung pandemi. Lagipula dengan berbagai antisipasi, seharusnya bekerja di lapangan, di rumah, dimana saja harus tetap produktif, bukan ?
Teringat Bung Anjas Maradita, content creator muda yang juga eksis sebagai Youtuber dan editor ketika berkunjung ke Bengkulu, dalam event ASUS Zenbook Blogger Gathering tahun 2019 lalu .
Era sekarang kita butuh perangkat yang tepat untuk mendorong produktivitas. Buat yang mobilitasnya tinggi, atau yang punya ide kreatif ya cocoknya pakai perangkat yang tipis, ringkas, ringan, dan tidak ringkih. Bisa dibuat ngapain aja dan dimana aja.
Seketika angan saya "survey" ke "mainan" premium yang bisa bikin semua aktivitas semakin ngebut setelah pandemi ini berakhir. Ya, dialah Zenbook 14x OLED UX5400.
Ketika pertama kali melihatnya di Facebook beberapa waktu lalu saat akan mengupload postingan tentang pentingnya pemeliharaan dan pengelolaan infrastruktur terbangun dengan background Kawasan Kota Tuo, saya langsung tertarik dengan tema tetap produktif dengan perangkat yang kaya warna, nyaman, dan powerful yang tersirat didalamnya.
Teknologi OLED ASUS yang melekat di layar monitor beresolusi 2.8K (2880x1800) ini memberikan kualitas visual terbaik. Bagaimana tidak ?
Bila pendahulunya menggunakan layar 16:9, Asus Zenbook 14x OLED UX5400 telah menggunakan layar dengan 16:10. Ini menyebabkan visualisasi terasa lebih luas dengan tingkat akurasi warnanya yang tinggi, dan sudah berstandar industri melalui sertifikasi PANTONE Validated Display.
Menariknya, layar dengan berteknologi ASUS OLED ini mampu mereproduksi warna yang sangat kaya dengan color gamut mencapai 100% pada color space DCI-P3.
Asal tahu saja, ada berbagai standar warna yang digunakan oleh perangkat digital saat ini sesuai dengan kebutuhan masing-masing. DCI-P3 (Digital Cinema Initiatives – Protocol 3) memiliki cakupan warna 25% lebih banyak dari sRGB dan dikembangkan untuk kebutuhan industri cinema digital dan film bioskop.
Saya sudah bisa membayangkan gimana hidup dan luasnya warna yang ditampilkan ketika video 3D rencana desain before dan after yang akan ditampilkan saat Zoom. Pastinya nonton aksi Angelina Jolie di sequel Maleficient-nya itu, atau Gal Gadot si Wonder Woman yang kecantikannya di luar kebiasaan itu terasa lebih nyata. Oh, Gal Gadot, tahukah kau Steve Trevor (Chris Pine) dan Mr.Bruce Wayne (Batman) itu tak sanggup, biar saya saja....(lho)
Kembali ke laptop, dengan telah tersertifikasi low blue-light dan anti-flicker dari TÜV Rheinland, penggunanya akan tetap nyaman berinteraksi dan melakukan apa saja lewat layar HDR yang juga tersertifikasi oleh VESA ini.
Wew, bukankah ini yang diperlukan oleh saya dan teman-teman tim kerja ? Sebuah perangkat yang mampu membuat penggunanya tetap ngebut kerja namun nyaman dalam prosesnya meskipun dikejar timeline progres. Tanpa khawatir mata perih dengan resiko kerusakan jangka panjang pada retina. Apalagi nambah berat badan karena perubahan siklus sikardian. Lha ASUS saja senantiasa berinovasi membuat perangkat yang lebih langsing dengan kemampuan tangguh, kok kita tega-teganya berinovasi membuat tubuh sehat menjadi penuh lemak.
Selain itu, pada setelan cahaya yang rendah hingga 11% layar laptop ASUS OLED yang satu ini tetap konsisten menghadirkan kualitas warnanya seperti pada tingkat kecerahan 100%.
Elegan, Tipis dan Ringan, Gampang Dibawa Kemana Saja
Zenbook UX5400 OLED 14x, bodynya ringkas dan ringan |
Hal lain yang merangsang sel-sel saraf ketika melihat Zenbook 14X OLED (UX5400) adalah body yang skinny dengan bobot yang mengalami diet. Seperti dulu, entah kenapa aja gambar-gambar ilustratif yang menampilkan cewek bertubuh langsing amat digemari konsumen saya di kampus, yang semuanya adalah perempuan. Aneh atau unik ? Mungkin karena cemburu ? Atau ingin menjadikannya sebagai motivasi mengurangi bobot tubuh tapi tetap enerjik dengan cemilan-cemilan sekelas BengBeng setiap lagi santai? Entahlah, yang penting karya saya laku.
Laptop yang merupakan seri terbaru dari lini Zenbook Classic ini hadir dengan body seukuran kertas A4 (tepatnya 31.12 x 22.12cm) dan dianugerahi ketebalan cuma 1,6m cm dan bobot 1,4 kg. Ringkas dan enteng banget bukan ?
Logo Asus di laptop Zenbook, legend banget kan ? |
Asyiknya lagi, body yang terbalut material alumunium ini terlihat elegan dengan logo ASUS yang menempel di sana dan seperti memancarkan pantulan cahaya bila dilihat dari sisi tertentu. Yap, ASUS berhasil mempertahankan eksistensinya sebagai laptop dengan kesan elegan.
Yang berbobot lebih dari 3kg saja saya pede membawanya ke lapangan, entah itu untuk survey, atau melakukan kegiatan sosialisasi dan peningkatan kapasitas masyarakat . Apalagi yang "cuma" seberat laptop ini dengan manipulasi efek cahaya di bagian atasnya, pastinya nongkrong di Sentra Kuliner PPMK besutan tim kami terlihat makin gaya.
Body Ringkas Tapi Visualisasi Luas Dengan NanoEdge
Ada keunikan lainnya yang dihadirkan Asus Zenbook 14x OLED UX5400, yaitu telah dibekali teknologi NanoEdge yang mampu memangkas bezel pada sisi layar hingga 3mm.
Meminimalisir bezel ini menyebabkan kesan ringkas begitu terasa namun mampu mengoptimalkan visualisasi. Alhasil ketika melihat bahan paparan yang akan dianalisis saat Zoom meeting pun ruang visual yang terkesan sempit pun terlihat lebih luas.
Gak perlu juga sampai menjauhkan atau mendekatkan wajah ke laptop, seperti yang sering dilakukan Bu Kar sambil menyipitkan matanya seperti seorang sniper. Hadeh, saya yang main game kok Bu Kar yang kena demamnya...
Udah ? segitu aja ? Ya engga lah...Nih lanjut ya!
Layar Asus Zenbook 14x OLED UX5400 bisa dibuka hingga 180⁰ dan body sedikit terangkat |
Asus Zenbook 14x OLED UX5400 ini pas banget untuk mendukung aktivitas menjadi lebih mudah dilakukan. Menggunakan ErgoLift Hinge, laptop kece ini bisa dibuka hingga 180⁰, yang memungkinkan semua orang di sekelilingnya bisa melihat apa yang ditampilkan di layar. Tak hanya itu, posisi bodi utamanya akan sedikit terangkat, yang memberi kenyamanan bagi penggunanya saat mengetik atau melakukan apa saja pada saat mengetik dengan mode clamshell. Nyaman dan modis bukan ?
Ah, dengan kondisi begini rasa ngilu pada bahu karena harus menopang lengan ke meja terlalu lama saat mengetik dalam bisa berkurang.
Lebih Bertenaga, Performa Gurih, Gak Gabut Saat Kerja Ngebut
Kinerja multitasking rendah bisa dilihat dari aplikasi sering not responding. Sedih ya 😅 |
Pernah gak sih kalian panik gegara aplikasi zoom "lenyap" waktu memaparkan slide ? atau saat tiba-tiba browser Google Chrome mati sendiri padahal baru juga dibuka ? Kalau pernah, fix kalian lagi sial, haha.
Saya sering heran, kinerja multitasking di laptop saya sangat awut-awutan. Membuka aplikasi sederhana saja seperti MS PowerPoint, Ms Word, dan Excel baik satu persatu maupun bersamaan lambatnya ampun tuan. Bahkan ketika membuka browser harus ada yang ngalah salah duanya, karena bisa dipastikan laptop langsung panas dan sebentar kemudian hang. Bahkan aplikasi closed tiba-tiba. Gimana gak panik dan gabut kena tegur atasan, katanya saya suka ngeles dan coba melarikan diri dari tugas. Padahal saya seringnya lari dari kenyataan, haha.
Kata teknisi langganan saya kalau harus instal ulang laptop, ini karena pasta kipas pendinginnya sudah kering. Pasta harus rutin dioles supaya laptop tidak mudah panas. Tapi kata saya bukan karena itu. Faktanya karena processor sudah lawas dan kemampuannya sudah tidak relevan menjalankan aplikasi-aplikasi terupdate, apalagi yang bermemory besar. Ketika dipaksa mengoperasikannya, kinerja processor menjadi lebih berat dan kipas pendingin tidak berfungsi optimal sehingga panas yang dihasilkan pun menumpuk. Bila panasnya berlebih, aplikasi-aplikasi akan mengalami lag, alamat laptop hang.
Di eranya laptop berprocessor Corei5 5th gen dengan memory RAM 4GB sudah amat lancar menjalankan Corel Draw. Tapi itu dulu, 5-10 tahun lampau. Padahal aplikasi terus mengalami pembaruan. Padahal RAM sangat mempengaruhi kinerja multitasking. Padahal processor sangat mempengaruhi pemrosesan. Ah, banyak "padahal" lainnya yang susah disebutkan satu persatu.
Yup, Asus Zenbook 14x OLED UX5400 kini bisa membendung kepanikan, dan mengatasi kegabutan kala kerja "wajib" ngebut" gak pakai ngeles atau lari dari kenyataan.
Asus Zenbook 14x OLED UX5400 ditenagai processor Intel Core i7 11th Gen, performanya jauh meningkat dibandingkan generasi sebelumnya |
Dibekali dapur pacu Intel® Core™ i7-1165G7 Processor yang berlari pada kecepatan 2.8 GHz, Asus Zenbook 14x OLED UX5400 cukup mampu menjalankan aplikasi-aplikasi kekinian hingga kecepatan 4.7 GHz. Uniknya lagi didalamnya tersemat memory pintasan atau tembolok (cache memory) sebesar 12MB yang tergolong luas untuk mencatat dan menyimpan aktivitas selama berinteraksi dengan berbagai aplikasi atau situs tertentu yang mempermudah pengguna untuk mengunjungi objek tersebut saat dibutuhkan.
Processor Intel Generasi ke-11 yang punya code name Tiger Lake ini merupakan processor dengan microarchitecture Willow Cove Core yang punya performa hingga 20 persen lebih baik dibandingkan pendahulunya.
Selain menawarkan performa, Processor Intel Generasi ke-11 menghadirkan Artificial Intelligence (AI) bawaan yang lebih canggih dengan kemampuan baru untuk mendukung sekaligus berkolaborasi dengan aplikasi-aplikasi sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan gegas.
RAM Gede, Multitasking OK, Aplikasi Bisa Dibuka Rame-Rame
Bukan cuma karena processor saja, kerja dan kinerja seseorang sangat dipengaruhi kerja dan kinerja memory laptop. Berbekal memory RAM 16GB LPDDR4X, kinerja multitasking terjamin lancar.
Tahu kan apa itu multitasking ? Kalau sudah tahu, tetap akan saya beritahu. Multitasking adalah istilah mengerjakan beberapa tugas dalam satu waktu. Dalam kata lain, multitasking artinya multitugas. Dalam dunia komputer, multitasking merujuk pada aplikasi-aplikasi yang dibuka atau digunakan bersamaan dan bagaimana proses beralih (jump) dari satu aplikasi ke aplikasi lain yang sedang terbuka pada background.
Nah ini tadi, laptop gak bakal loading lama dan aplikasi yang dibuka dan dioperasikan bareng gak bakalan closed tiba-tiba. Apalagi kerja bareng sangat dibutuhkan agar pekerjaan semakin ringkas dan persoalan semakin terminimalisir, bukan ?
Kerja bareng antar jeroan di dalam laptop minimalis ini semakin terasa membantu mengurangi kegabutan penggunanya akibat multitasking yang rendah dan terkesan lambat ketika beralih, karena laptop ini telah dibekali ScreenPad 2.0 dari software bawaan ScreenXpert 2.0.
Touchpad dengan Screenpad 2.0, layar mini multiguna mendukung produktivitas untuk apa saja |
Fitur ini memiliki beragam fungsi, antara lain mengontrol penggunaan ScreenPad 2.0 itu sendiri hingga mengakses dan membuka shortcut aplikasi-aplikasi yang terpasang di laptop dan yang biasa digunakan.
Canggihnya lagi, walaupun berupa layar yang lebih kecil dan posisinya berada di touchpad yang biasa kita lihat di seri laptop ASUS sebelumnya, ScreenPad 2.0 ini bisa menjadi pintasan untuk melakukan rapat online melalui aplikasi video meeting sembari penggunanya membuka aplikasi lainnya di layar utama.
Bukan itu saja. RAM DDR4 ini terkoneksi dengan penyimpanan PCIe SSD berukuran hingga 1TB. Model penyimpanan SSD ini punya kemampuan membaca data yang cepat dibandingkan dengan penyimpanan biasa yang berbentuk cakram. Yah, itu juga sebabnya kenapa laptop-laptop kekinian mulai beralih ke SSD karena HDD lebih lama melakukan booting hingga lemot dalam hal multitasking.
Grafis Tinggi, Mendesain Atau Bikin Video Lebih Percaya Diri
Dengan aplikasi kekinian yang sangat berhubungan dengan kinerja grafis yang bagus, sangat wajar bila pengguna laptop membutuhkan perangkat yang juga bertenaga untuk mengeksekusinya. Apalagi kalau bukan untuk menghasilkan kualitas grafis terbaik dan pastinya tanpa hambatan.
Kombinasi duo kartu grafis Intel® Iris Xe Graphics dan NVIDIA® GeForce® MX450 berukuran 2GB membuktikan bahwa Asus Zenbook 14x OLED UX5400 memang laptop yang worth it untuk itu.
Sejak kehadiran processor Intel Core Gen-11, kartu grafis onboard alias bawaan intel tidak bisa dipandang sebelah mata. Intel® Iris Xe Graphics adalah inovasi terbaru Intel karena kartu grafis ini merupakan kartu grafis onboard yang bukan berbentuk onboard, tapi discrete graphics berbentuk chip dan terintegrasi.
NVIDIA® GeForce® MX450 sendiri telah dibekali dengan dukungan interface PCI-Express 4.0 yang sudah mendukung memory grafis GDDR6 dengan peningkatan kinerja lebih baik dibandingkan pendahulunya.
Dengan keunggulan Intel® Iris Xe Graphics pada kinerja video encoding dan rendering yang lebih kencang dari Intel HD dan juga dari pemain discrete grafis sekelasnya, serta disandingkan dengan NVIDIA® GeForce® MX450 berukuran 2GB yang bisa menjalankan game-game bergrafis tinggi, nikmat mana lagi yang kau ingkari.
Merender video Adobe Premiere Pro & After Effects saja masih kencang. Apalagi kalau cuma membuat desain yang "cuma" lewat PowerPoint, atau yang lebih tinggi lah ya, sekaliber Photoshop dan Corel Draw, kinerja grafis laptop ini gak usah diragukan.
Lebih Hemat Daya, Bisa Buat Ngapain Kapan Saja Dimana Saja
Salah satu kelebihan NVIDIA® GeForce® MX450 adalah pada TDP (Thermal Design Power) yang relatif rendah. TDP merupakan jumlah daya maksimum untuk pendingin di dalam sebuah komputer untuk berdisipasi (mentransfer/menyalurkan panas).
Dengan TDP yang rendah, laptop ini lebih dingin dan hemat daya.
Hebatnya lagi, untuk mendukung aktivitas mobile yang pastinya membutuhkan perangkat standby yang bisa digunakan kapan saja, Asus Zenbook 14x OLED UX5400 telah dibekali baterai 3-cell Li-ion bekapasitas 63WHrs. Kapasitas baterainya jelas lebih besar dibandingkan pendahulunya.
Dukungan untuk aktivitas mobile juga semakin terasa dengan hadirnya teknologi fast charging yang bisa mengisi baterai hingga 50% dalam waktu 30 menit.
Performa Asus Zenbook 14x OLED UX5400 juga bisa digenjot seturut masa hidup baterai yang lebih lama dan seturut kalian digenjot untuk tetap produktif di bawah tekanan. Ini karena didalamnya ada fitur ASUS Intelligent Performance Technology (AIPT) dengan 3 pilihan settingan performance. Yaitu Performance Mode, Balance Mode, serta Whisper Mode. Mau kerja ngebut dengan performa tanpa nyangkut ? Coba deh Performance Mode, yang bisa memboosting hingga 40W.
Pas banget untuk mendongkrak progres di era kekinian.
Konektivitas Lengkap, Kerja Lanjut Hiburan Jalan Terus
Apa sih moment paling menjengkelkan selama kalian beraktivitas di luar maupun di dalam lapangan ?
Me : transfer file dari hp ke laptop.
Saya yakin kejadian kayak begini juga sering atau pernah kalian alami.
Asus Zenbook 14x OLED UX5400 telah dilengkapi berbagai port konektivitas untuk mendukung berbagai aktivitas |
Tapi dengan slot USB 3.2 Gen 2 Type-A, waktu mentransfer akan terpangkas banyak. Ya, Asus Zenbook 14x OLED UX5400 memiliki konektivitas yang lengkap untuk berbagai kebutuhan, dan pastinya gegas banget.
Selain USB 3.2 Gen 2 Type-A, di laptop ini juga tersedia 2x Thunderbolt™ 4 supports display and power delivery, 1x HDMI 2.0b, 1x 3.5mm Combo Audio Jack, hingga Micro SD card reader yang tertata rapi pada bagian tepi sang laptop.
Dengan pilihan konektivitas seperti itu, pengguna bisa menggunakan laptopnya untuk apa saja. Untuk kerja hingga hiburan, nonton drama Korea dan karaokean dari laptop yang tersambung ke speaker aktif, bisa banget lah.
Keren kan, videonya ?
Apa Yang Bisa Dilakukan Pasca Pandemi Bersama Asus Zenbook 14x OLED UX5400
Dengan berbagai kebijakan dan upaya Pemerintah, cepat atau Pandemi Covid di Indonesia berpotensi menjadi endemi di Indonesia (semoga saja). Ini berarti bekerja mobile sudah dimulai lagi. Saatnya beraksi dengan suka cita dan semangat baru, tentu saja dengan Asus Zenbook 14x OLED UX5400.
Kerja ? sudah pasti. Selama pandemi banyak target perusahaan yang tidak tercapai, untuk mungkin ditunda. Sudah pasti dong setelah pandemi target-target itu muncul lagi. Sudah siap kerja ngebut ? Kalau saya pasti siap lah, tentunya dengan Asus Zenbook 14x OLED UX5400 di genggaman.
Saya juga bisa pelan-pelan kembali lagi ke asal, menikmati lagi rasanya menjadi seorang pembuat gambar ilustrasi yang dulu digandrungi cewek-cewek di kampus dan juga membuat peta GIS. Kan basicnya saya sudah punya, yang belum ada ya cara mengoperasikan software GIS nya.
Buat saya, laptop segreget ini akan mempermudah dan mempercepat proses membuat gambar gak pake "not responding". Baik untuk kerja, juga untuk blog saya. Apalagi saya punya target untuk membuat channel Youtube tahun ini. Bikin konten video singkat saja durasi 3 menitan secara rutin, bisa dapat bonus subscribe yang rame lho. Coba deh...
Main game ? Tentu saja. Selama pandemi saja, masih saya sempatkan bermain game. Bahkan frekuensinya lebih sering dan durasinya lebih lama. Tenang saja, mata akan terhindar dari ancaman blue light. Eit, tapi bukan berarti kamu royal mengobral waktu sampai lupa istirahat. Bagaimanapun kesehatan harus tetap terjaga dengan istirahat tepat waktu.
Nonton film ? Kegiatan favorit saya kalau lagi gerah, gabut, tensi tinggi, penuh tekanan, terutama kalau ujung bulan. Semua energi negatif itu sirna perlahan lewat scene by scene film-film terbaru Mark Wharlberg yang pastinya membutuhkan layar dengan resolusi tinggi. Makin tinggi kan makin seru, berasa ikut nimbrung di dalam setiap scenenya.
Dan terakhir, musik. Music is everything. Karena musik lah saya bisa move on sejak kecelakaan itu. Karena musik juga saya dipertemukan lagi dengan masa lalu. Yah, bisa apa saya tanpa musik. Lebih dari sekedar seperti nasi tanpa lauk. Ini sudah mendarah daging, dan dengan Asus Zenbook 14x OLED UX5400 music juga akan menjadi DNA, seperti hobby menggambar dulu.
Asus Zenbook 14x OLED UX5400 sendiri dirilis dalam 2 model warna, yaitu Lilac Mist, Pine Grey. Harga laptop yang telah disematkan kamera 720p ini kisaran Rp 24 jutaan. Tentu saja harga sebanding kualitas, bukan ? Lagipula ada banyak opsi dan cara untuk memiliki laptop ini.
Spesifikasi Zenbook 14X OLED (UX5400) | |
CPU | Intel® Core™ i7-1165G7 Processor 2.8 GHz (12M Cache, up to 4.7 GHz) |
Operating System | Windows 10 Home |
Graphics | Intel® Iris Xe Graphics |
NVIDIA® GeForce® MX450, 2GB GDDR6 | |
Memory | 16GB LPDDR4X |
Storage | 1TB M.2 NVMe™ PCIe® 3.0 SSD |
Display | ScreenPad™ 2.0 (FHD+ (2160 x 1080) IPS-level Panel) |
14" (16:10) OLED 2.8K (2880x1800) 90Hz 400nits DCI-P3:100% NanoEdge display, PANTONE Validated Display, VESA TrueBlack HDR, TÜV Rheinland eye care certified, 92% screen to body ratio | |
Dimension | 31.12 x 22.12 x 1.69 ~ 1.69 cm |
Weight | 1.4Kg |
Input/Output | 1x USB 3.2 Gen 2 Type-A, 2x Thunderbolt™ 4 supports display and power delivery, 1x HDMI 2.0b, 1x 3.5mm Combo Audio Jack, Micro SD card reader |
Camera | 720p HD camera |
Connectivity | Wi-Fi 6 (802.11ax) + Bluetooth 5.0 (Dual band) 2*2 |
Audio | Built-in speaker, Built-in array microphone, Harman/Kardon certified |
Battery | 63WHrs, 3S1P, 3-cell Li-ion |
Colors | Lilac Mist, Pine Grey |
Price | Rp23.999.000 |
Warranty | 2 tahun garansi global |
Ah, selesai mimpi saya. Padahal saya masih ingin bermimpi bagaimana caranya lewat laptop ini memberikan kebahagiaan untuk orang-orang di sekeliling kita. Tapi tak apa, ini masih malam, masih jam 22.30 WIB. Masih ada waktu untuk memimpikan hal-hal positif yang bermanfaat untuk diri sendiri dan semua orang. Lagipula saya gak mau ngambil resiko gangguan sikardian.
Lho, terus tadi mimpinya dari jam berapa ? Ya sejak saya mengedit tulisan artikel dan konten gambar artikel tentang Asus Zenbook 14x OLED UX5400 ini.
----------oo0oo------------
Artikel ini diikutsertakan dalam ASUS Zenbook 14X OLED (UX5400) Writing Competition bersama bairuindra.com